Tuhan pernah berjanji, "akan ada pelangi disetiap usainya hujan". Bukannya aku sok agamis atau kau yang berlagak atheis, tetapi benar aku sangat percaya janji itu, kuncoro.
Kali ini kuyakin kau bukan lagi sosok kekasih yang ku idamkan, kau lebih dari itu. Aku memang seorang pesakitan, kurasa kau paling paham. Tapi memang nyatanya aku benar-benar ingin kau yang mendengar keluh si pesakitan ini.
"Mengolah rasa sakit memang harus extra sabar" kau bilang begitu.
Lalu aku bisa apa selain mengangguk.
Kita sudah lama sekali tak bertemu, mungkin kau tak bisa lagi membaca mataku, berlagak sok tahu, memikirkan hal yang sama(padahal tak pernah sejalan karena kau masih amatir-peramal amatir-). Aku hanya merindu mu, kuncoro. Bersama malam malam panjang berisi curahan.
Subuh ini aku hanya ingin bilang bahwa melupakan manusia itu sama sulitnya dengan mengingat manusia yang tak kau kenal. Aku hanya ingin mengaku bahwa benar semua vonismu. Aku masih kacau balau, pantas dibiarkan sendiri biar tidak penasaran lagi. Ada benarnya berhenti melawan masa lalu, karena kami bukan musuh toh? Mungkin harus ku kunci rapat-rapat dulu hati ini, tak perlu kuberi ke siapapun. Ku biar
kan semuanya berkontemplasi.
Kuncoro, ternyata mengolah sakit
memang tidak mudah. Aku juga butuh istirahat.