Mimpi buruk itu menjadi nyata, Sarjana.

Aku sempat berpikir, bagaimana jadinya bila aku jadi sarjana? 

Oke?
Atau
Nggak?
Entah.

Aku takut nganggur, itu saja. Aku takut aku sulit mempertanggungjawabkan ilmuku ke kehidupan sehari-hari, karna kata atasanku sewaktu PKL "jurusanmu itu nduk, ndak bisa jadi apa-apa, ndak bisa jadi duit". Benar, dadaku bergetar tatkala mendengar ceramahnya (hm mungkin lebih terdengar seperti cemooh?) yang membosankan.

PNS seperti dia memang membosankan, ku akui. Ditambah dengan sifatnya yang angkuh bukan kepalang, jadilah dia seorang atasan PNS yang berhak menghakimi hidup bawahannya. Aku yang sedang jadi mahasiswi magang waktu itu ya bisa apa selain diam. Toh dia bener kok, sekarang kerja harus pakai orang dalam, lewat pintu belakang lah, lewat jendela lah, jangan lupa selipannya. Tanpa itu, jangan harap bisa kerja. 

Entah kenapa Ibu ingin aku jadi PNS, yang berarti aku harus pulang ke kampung halaman. Di kampung ku, Ibu punya banyak "kenalan", masuk lewat ruang tamu pun monggo, bisa diatur. Asal "kenalan" Ibu harus terjamin posisinya.

Kalau Ibu maunya begitu, aku bisa apa selain diam? Berontak? Dengan cara apa? Demo? Adu argumen? Durhaka, tau.

Jujur, alasan terbesarku menolak keinginan Ibu adalah cinta. Cinta kepada pacar, tentunya. Sungguh aku tak ingin jarak mengalahkan kami, menjadi momok raksasa yang siap menerkam hubungan -yang sedang tidak baik- ini. Tapi aku juga tak ingin menjadi anak yang durhaka, lalu dikutuk Ibuku lantaran tak memenuhi harapannya. 

Mungkin aku akan segera menjadi batu, karena pilihanku. Aku tak pulang bu. Aku malah ingin sekali menetap di sini, di kota berlaut. Walaupun harus berpisah beberapa minggu hingga ia selesai bekerja. Setidaknya aku bisa bertemu dengannya setiap hari hingga bosan.



Sekarang, namaku menjadi lebih panjang, karena ilmu, karena sarjana. Aku tidak bahagia seperti manusia kebanyakan, sungguh. Aku masih tak ingin menganggur karna menunggu dua hal (re: interview dan dia) yang mendebarkan sekaligus sungguh tak enak.

Satu hal yang selalu terbesit dalam setiap doaku, "semoga aku tak salah jalan".
Amin, Tuhan.

Bpp, 3/5/16