Butuh bertahun- tahun
cahaya agar sinar bintang bisa sampai ke bumi, namun butuh waktu satu detik
untuk menyadari bahwa handphone kamu hilang atau dicopet maling.
Malam kemarin, handphone
pacarku hilang, dibeli 1 jam yang lalu sebelum kehilangan (pun bersama kotak
beserta kartu garansinya). Entah kesialan macam apa yang menghampiri,
smartphone yang baru kami beli bersama
di Andalas itu hilang seketika, ia yakin barang itu jatuh di sekitaran kostku
saat ia hendak mengantarkanku pulang. Setelah menyadari kehilangan tersebut,
kami bolak-balik menelusuri rute jalan dari Andalas menuju Kost. Hasilnya
adalah NIHIL. Kami sepakat untuk menyudahi pencarian ini karena gerimis lagi ga
asik diajak kompromi.
Seminggu yang lalu pun,
aku kehilangan sebuah handphone. Blackberry gemini kesayangan berwarna pink dan
tosca, terjatuh entah di belantara mana. Berhubung rute yang aku lalui sangat
jauh (rapak-manggar), aku memilh untuk mengikhlaskannya.
Dari dua kejadian
tersebut, aku dan pacarku menjadi pihak yang merugi. Walaupun hal ini terjadi
karena keteledoran kami, sesungguhnya hati kecil ini mau nanya ketus, “Kok ga
ada ya yang nelpon balikin hape? Kok nomor hape bb ga aktif lagi ya? Kok gada
yang niat mau balikin hape sih? Udah dijual kali ya? Padahal ada nomor hapenya
loh di kartu garansi. Nasib apa yang nemu smartphone plus virtualnya? Mimpi apa
tu orang semalam...". Berkali –kali pertanyaan itu pun sering muncul dari mulut
pacar setiap di jalan. Dia belum ikhlas.. aku pun sepertinya sama..
Aku rasa dunia ini
sudah penuh dan sesak oleh manusia-manusia jahat. Tidak dipungkiri lagi,
manusia zaman sekarang semakin serakah. Rasa “kasihan” sudah tergantikan oleh
rasa “ingin punya”. Kepriben ya?
Sekarang cuma bisa elus dada.
Begitu banyak
kemungkinan-kemungkinan yang bisa kita simpulkan dari kejadian buruk ini.
Mungkin yang ngambil lagi butuh uang. Mungkin dia pingin punya gadget. Mungkin dia lagi pingin main pokemon go. Mungkin...
Namun harus se-serakah jua ia dengan hape butut gemini yang kalo dijual cuma
laku seratus ribu? Tapi seratus ribu juga uang kali! Oh, mungkin buat
neneknya..
Begitu lah
kemungkinan-kemungkinan positif yang –seharusnya- dapat aku pikirkan kembali. Benar-benar
butuh waktu satu detik untuk menyadari bahwa rezeki telah datang dan pergi.
Harta hanya titipan, semudah itu Tuhan memberi dan mengambilnya lagi. Kata Ibu,
“ambil hikmahnya, mungkin kalian kurang sedekah”. “Hehe, iya Buk”.
0 Comments:
Posting Komentar